Submit Your Script to the 2018 Athena IRIS Screenwriting Lab

Are you a female-identifying screenwriter? Then we have some good news for you: Submissions for the 2018 Athena IRIS Screenwriting Lab are now open. The Lab, an intensive focused on script…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Kita Usahakan Rumah Itu

So, how was your day?

Satu pernyataan itu sudah jadi kebiasaan yang terlontar dari bibir manismu setiap kita memulai rutinitas makan malam kita. Menu hidangan yang kamu sajikan kali ini adalah udang goreng tepung yang bersanding dengan capcai kuah. Dari aromanya saja sudah menggugah selera, membuatku tidak sabar untuk segera mencicipnya. Aku menatapmu dengan penuh penantian, sedang kamu tengah fokus menempatkan nasi di atas piringku dengan penuh perhatian.

Thank you, Sayang.” ucapku ketika kamu meletakkan piring di depanku dan hanya dibalas oleh gumaman olehmu.

It was fine, cuman tadi bos sempat resek dikit gara-gara kerjaan anak intern, tapi malah tim aku yang kena, dibilang enggak becus dan enggak ada inisiatif buat ngajarin.”

My poor baby, terus gimana?”

Aku temukan sedikit nada kekhawatiran di balik suaramu. Sebentar, Sayang. Biarkan aku taruh beberapa potong udang dan sayuran ini dahulu ke piringmu.

“Ya enggak gimana-gimana, mungkin lagi banyak pikiran aja itu si bos, biasanya juga baik kok. All good.” kataku sembari mengacungkan jempol. Aku perhatikan kamu yang masih mondar-mandir untuk mengambil botol air es di kulkas, aku putuskan untuk menunggumu sampai benar-benar duduk di hadapan.

Glad to hear that.

Setelah memastikan kamu sudah tidak ke mana-mana, aku mulai memotong udangku dengan sendok, mencampurkan sedikit nasi dan sayuran agar semua rasa dapat tercicipi dengan sempurna. Aku santapkan satu suapan penuh ke dalam mulutku, sedangkan kamu masih sibuk menuangkan air ke dalam gelasku. Tipikal kamu, selalu memprioritaskan orang lain di atas dirimu.

“Hmm, enak banget. Selalu enak, kok bisa sih kamu masak seenak ini?” ujarku sambil mengunyah. Aku dapat mendengar kamu tertawa pelan sebagai responsnya.

How was yours, love? Anything happens today?

Nothing much. Oh iya, tadi Renjun sempat mampir, ngundang kita buat datang ke housewarming party mereka hari Sabtu besok.”

“Lho, mereka pindah rumah?”

“Aku aja sempat kaget, ternyata rumah yang kemarin kita datengin tuh punya mertuanya. Jadi, ini mereka beli rumah sendiri.”

Good for them then.

“Iya, keren banget ya mereka, Jen. Karier dua-duanya cemerlang, bahkan sampai udah bisa beli rumah sendiri. Enggak kayak aku, yang baru bisa kerja kalau ada request doang.”

Aku meletakkan sendokku dan memandang laki-laki yang telah aku nikahi dua tahun yang lalu. Entah kenapa arah percakapan ini mulai memberikan perasaan tidak nyaman di relungku. Seketika terputar kepingan memori perbincangan kita yang pernah terjadi di teras belakang rumahmu, waktu kita sama-sama masih duduk di bangku kuliah semester lima dulu.

Dan di sinilah kita, di atas meja makan kecil yang hanya ada kita berdua, dalam rumah sewa sederhana yang harus kita bayar setiap bulan, dan aku belum mampu mewujudkan rumah impian yang kamu dambakan.

“Nana.”

“Iya?”

“Maaf, ya?”

“Untuk?”

“Selama ini aku belum bisa kasih rumah yang kamu mau, kamu masih harus tinggal di kontrakan kecil ini sama aku. I know you’ve been wanting to have your own dream house. Aku juga sempat lihat akhir-akhir ini kamu sering browsing tentang perabotan rumah, maaf kalau — ”

“Jen.” panggilmu untuk memotong langsung kalimatku. Aku tahu, kamu pasti ingin menghentikan pengakuan atas rasa bersalahku.

I’m sorry I didn’t mean to make you feel this way, okay? I shouldn’t bring this up. Pasti kamu sekarang lagi ngerasa nggak nyaman, kan?”

Aku hanya diam mematung, tak tahu jawaban apa yang pantas aku berikan untuk dapat menjawab pertanyaanmu. Perlahan kamu raih tanganku, aku dapat merasakan usapan halus pada punggung tanganku yang dengan magisnya menguarkan ketenangan tersendiri bagiku.

Listen, it’s not like marrying you makes my life miserable. I’m happy with us, I’m happy living in our small house, I’m happy as long as I’m with you, Jen. Aku bisa namain apa pun itu rumah, asalkan ada kamu di dalamnya, because you are the only one that matters.

Aku lepaskan sendok yang aku genggam. Aku ambil jemarimu yang ukurannya lebih kecil dariku, lalu aku cium punggung tanganmu dengan lembut, berusaha menyalurkan seluruh kasih sayangku kepadamu. Sungguh, betapa beruntungnya dicinta olehmu. Aku rela menukarkan apa pun yang aku punya agar bisa terus bersamamu, sekalipun itu nyawaku.

Just wait a little more, Sayang. Sampai tabungan kita cukup, aku pasti bakal wujudin rumah impian kamu. Kita usahakan rumah itu.”

Add a comment

Related posts:

Should You Shift or Change Your Career?

A career shift is one of the most important decisions you will ever make. The path to success is not a straight line, and it requires flexibility and adaptability along the way. A career shift can be…

Genshin Impact Eula Cosplay Contact Lenses

Introducing our Genshin Impact Eula Cosplay Contact Lenses, the perfect accessory to complete your Eula cosplay! These lenses feature a stunning icy blue / light orange (day) color with intricate…

How to Save One Hour Each Day by Being Boring

Who wants an exciting life where they have no idea what they are going to do every day? Not me. I want the boring life. And not because I want to be boring. No sir. I want to be boring, because it…